PLTN Pulau Gelasa: Rasionalitas Energi dan Ancaman Lintas Generasi

Oleh: Ujang Supriyanto – Ketua Simpul Babel

DAERAH, Opini40 Dilihat

Opini, kejarberita-news.com – Rencana pembangunan Pembangkit Listrik Tenaga Nuklir (PLTN) di Pulau Gelasa, Kabupaten Bangka Tengah, kembali muncul dan menarik perhatian publik. Investor menyebut PLTN sebagai jawaban atas kebutuhan energi masa depan. Namun, jika ditelaah secara rasional, ilmiah, dan menyeluruh, proyek ini justru menyimpan risiko besar bagi lingkungan, ekonomi, dan keselamatan masyarakat lintas wilayah.

Pertama, aspek ekologis. Pulau Gelasa berada di jantung ekosistem laut Selat Gaspar. Kawasan ini memiliki mangrove, terumbu karang, dan padang lamun yang menjadi rumah bagi keanekaragaman hayati sekaligus penopang ekonomi nelayan tradisional. Lokasinya pun berdekatan dengan Kepulauan Pongok (Bangka Selatan) dan Kepulauan Selat Nasik (Belitung), yang bergantung pada laut sebagai sumber utama pangan dan pendapatan. Potensi pencemaran radioaktif—meski dalam skala kecil—akan menyebar cepat mengikuti arus laut dan dapat menghancurkan mata pencaharian ribuan keluarga pesisir.

Kedua, aspek keselamatan. Teknologi nuklir memang disebut “energi bersih,” tetapi sejarah membuktikan bahwa kecelakaan nuklir bersifat low probability but high impact. Kasus Fukushima (2011) menunjukkan, bahkan negara dengan standar tinggi tidak bisa menghapus risiko bencana. Pulau kecil seperti Gelasa, dengan akses evakuasi terbatas dan minim fasilitas darurat, jelas tidak layak menanggung risiko sebesar itu.

Ketiga, aspek sosial-ekonomi. PLTN berpotensi menciptakan stigma negatif terhadap hasil laut dan pariwisata. Produk perikanan dari Bangka Tengah, Pongok, hingga Belitung bisa kehilangan daya saing di pasar akibat citra “zona nuklir.” Demikian pula sektor wisata bahari, yang bisa menurun drastis karena wisatawan 5555⅝ mendatangi destinasi di dekat fasilitas nuklir. Alih-alih memperkuat ekonomi, PLTN justru bisa melemahkan fondasi sosial dan ekonomi masyarakat Babel.

Dari sudut pandang kebijakan energi, Bangka Belitung seharusnya diarahkan pada pengembangan energi terbarukan. Potensi tenaga surya, angin, biomassa, hingga arus laut sangat relevan dengan karakteristik kepulauan tropis. Energi ini lebih aman, ramah lingkungan, dan dapat didesentralisasi sesuai kebutuhan lokal, tanpa meninggalkan risiko lintas generasi.

Babel telah lama menjadi saksi bagaimana eksploitasi timah meninggalkan kerusakan lingkungan yang berat dan belum sepenuhnya pulih. Jangan biarkan kesalahan serupa terulang dalam bentuk yang lebih berbahaya: radiasi nuklir.

Energi memang kebutuhan mendesak, tetapi keselamatan rakyat, keberlanjutan ekologi, dan keadilan antar-generasi harus menjadi pertimbangan utama. Dengan dasar itu, Simpul Babel menolak rencana pembangunan PLTN di Pulau Gelasa.

(Penulis adalah putera kelahiran Kepulauan Pongok)

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *