Batu Kapur Bangka Selatan, kejarberita-news.com – Sebuah kasus kekerasan terhadap perempuan yang terjadi di Toboali kembali menyita perhatian publik setelah diduga pengadilan memutuskan untuk tidak menahan pelaku karena masih di bawah umur. Keputusan tersebut menuai kritik dari berbagai kalangan yang menilai bahwa keadilan untuk korban diabaikan.
Korban, sebut saja A umur 14 tahun, mengalami kekerasan fisik dan psikis yang dilakukan oleh pelaku Z yang baru menempuh kelas 1 SMP yang tinggal di Kampung Lalang, Teladan. Pada tanggal 29 maret 2025 lalu di Batu Kapur sekitar Pukul 16.00 WIB. Menurut keterangan keluarga korban, kejadian tersebut terjadi pada akhir maret lalu. Menurut keterangan ayah korban dan melalui video yang beredar korban dipukuli, dibanting, ditendang bahkan sampai diludahi.
Hal ini membuat korban trauma berat akibat kekerasan yang dialaminya. Bukan hanya itu dugaan sementara aksi ini sudah direncanakan karena merekam kekerasan yang terjadi pada korban dan memviralkan video tersebut di media sosial.
Menurut keterangan orang tua korban dari awal penyelidikan di Polres Bangka Selatan, kemudian diserahkan Ke Kejari Bangka Selatan dan menghadap Jaksa Muda Aprianta Budi Peranginangin, S.H. lalu sampai ke mediasi di Pengadilan Negeri Sungailiat hingga tahap pemanggilan saksi-saksi di persidangan tetapi belum juga ditemukan keadilan.
Terutama diduga dari pihak BAPAS (Balai Pemasyarakatan) Pangkal Pinang dianggap berpihak ke salah satu pihak karena sebelum sidang pertama (sidang pemanggilan saksi-saksi) pada tanggal 14 Juli lalu menurut narasumber kami diadakan mediasi terlebih dahulu ke pengadilan negeri kemudian pihak Bapas secara tertulis yang dibacakan oleh jaksa penuntut umum, pelaku dikembalikan kepada orang tua dan dibina oleh Polres setempat.
Pelaku juga diduga disediakan pengacara untuk membela pelaku agar diringankan hukumannya sesuai yang diinginkan oleh pihak Bapas Pangkal Pinang. Pelaku juga diduga tidak takut terhadap aparat penegak hukum.
Keluarga korban dan masyarakat umum merasa putusan ini tidak adil. Korban telah mengalami penderitaan yang luar biasa, baik secara fisik maupun mental. Mereka menilai bahwa sistem hukum seolah-olah lebih melindungi pelaku ketimbang korban.
Namun, tidak ada jaminan bahwa keadilan untuk korban akan ditegakkan seimbang. Hal ini diperparah oleh minimnya layanan pemulihan psikologis dan dukungan hukum yang memadai untuk korban perempuan. Banyak pihak juga mendesak pemerintah agar memperkuat mekanisme perlindungan korban, termasuk pendampingan hukum, psikologis, dan sosial jangka Panjang dan tentu harus menanggapi diduga si pelaku yang tidak takut terhadap aparat penegak hukum.
Dalam hukum Indonesia terkhusus di kepulauan bangka belitung sendiri semakin marak kekerasan dan pelecehan yang dialami perempuan yang banyak menjadi korban anak di bawah umur yang melakukan atau merencanakan tindak pidana, termasuk kekerasan terhadap perempuan dan merekam tindakan tersebut, tetap dapat dikenai pertanggungjawaban pidana, tetapi diproses berdasarkan sistem peradilan pidana anak yang berbeda dari orang dewasa.
seolah-olah berlindung di balik undang-undang kejadian tidak bermoral ini lantas menjadi leluarsa dilakukan tanpa memikirkan traumatis serta pisikis korban apalagi perempuan yang selalu jadi sasaran kekerasan dan pelecehan seksual, untuk kasus seperti ini aparat penegak hukum harus lebih teliti dan memberikan keadilan seadil adilnya kepada korban terkhususnya kepala pelaku kekerasan seksual.
Penulis: Dhimas
Editor: Widya